Senin, 11 April 2016

Pekerja Lokal Jadi Cara Sektor Pembangkit Hadapi MEA

 
Siang itu matahari di atas wilayah Paiton Kabupaten Probolinggo cukup menyengat. Angin yang membawa suhu panas dari laut membuat peluh para pekerja di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton tak henti bercucuran. Suara bising mesin turbin pembangkit listrik dan panasnya suhu seakan tak jadi persoalan bagi para pekerja PLTU.
Mereka tampak terus melakukan aktivitas sesuai tugas untuk menunjang sistem kerja pembangkit. “Bagi yang belum terbiasa atau yang baru pertama kali masuk ke kawasan pembangkit pasti akan kaget dengan suasananya, bising dan panas itu kesan mereka,” kata Mudji Rohmat (40) Supervisor Coal and Ash Handling Paiton UBJOM Unit 9.
Sembari terus memperhatikan alat pengangkut batu bara yang terus bergerak sepanjang Kamis (17/3) siang itu, lelaki asli Surabaya ini lantas menunjukkan beberapa alat penunjang pembangkit. Seperti boiler (alat untuk menghasilkan uap air yang akan digunakan untuk pemanasan atau tenaga gerak) untuk mengaktifkan mesin hingga bisa menghasilkan energi listrik.
Dari sekian banyak aktivitas di sektor pembangkit listrik tersebut, yang cukup menarik perhatian adalah seluruh pekerja merupakan putra bangsa. “Semua sistem dan alat diawaki pekerja lokal, tidak ada karyawan asing. Kebanyakan orang beranggapan jika industri besar berstandar internasional akan didominasi karyawan asing, di sini tidak,” kata lelaki murah senyum ini bangga.
Ketika ditanya terkait diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sejak awal tahun dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi tenaga kerja asing di Indonesia, Dwi hanya tersenyum. Ia mengaku tidak khawatir sedikitpun. Baginya, keberadaan pekerja asing akan semakin memotivasi semua pekerja lokal di sektor pembangkit untuk meningkatkan kemampuannya.
”Saya dan karyawan lainnya sangat siap jika memang harus dihadapkan dengan pekerja dari luar negeri, karena kami jelas lebih berpengalaman dibanding mereka. Selain itu, kami juga telah diberi pendidikan bersertifikasi internasional,” imbuh lulusan STM Pembangunan Surabaya ini.
Ia menuturkan, seluruh pekerja mulai dari  cleaning service, security hingga operator, predictive maintenance, serta general manager semua diisi orang pribumi. ”Bisa dilihat sendiri, kami semua bekerja secara profesional sesuai SOP dan setiap pekerja tidak boleh melakukan kesalahan karena akan sangat berbahaya untuk keselamatan kami,” ungkapnya.

Mesin China
Di kawasan PLTU Paiton terdapat sembilan unit pembangkit, dan tiga diantaranya dikelola PT Pembangkit Jawa Bali (PT PJB). Salah satu pembangkit yang terbaru yakni PT PJB Unit Bidang Jasa Operation & Maintenance (PT PJB UBJOM ) Paiton Unit 9. PLTU yang berlokasi di Desa Binor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo itu berbeda dengan pembangkit lainnyakarena menggunakan mesin buatan China.
Bagian Elektrik PT PJB UBJOM Paiton Unit 9, Firman Endarta, sembari tersenyum mengakui jika mesin pembangkit milik Unit 9 memang buatan China. “Ini memang asli Made In China. Jadi orang bilang ini Unit China yang butuh perhatian khusus. Mesin tidak semuanya otomatis, karena ada sebagian yang harus dioperasikan secara manual,” ungkapnya.
Dengan menggunakan mesin China, kata Firman, maka seluruh pekerja di Unit 9 merupakan pekerja lokal yang harus bekerja cukup teliti dan ekstra hati-hati. “Kami harus benar-benar care (peduli) dan telaten karena memang ada perlakuan khusus. Ini mesin banyak barang critical. Seperti HP China sering bermasalah,” katanya.
Menurutnya, bekerja di Unit 9 ibarat merawat bayi yang rewel dan gampang sakit. Namun selama penggunaan dan pengawasan mesin sesuai prosedur maka potensi kerusakan mesin bisa diminimalisasi.
Firman mengakui jika mesin buatan China tersebut sering mengalami kerusakan. “Paling banyak itu kerusakan dari batubara. Mesin China ini didesain menggunakan bahan bakar batubara kualitas rendah. Berbeda dengan unit lain atau pembangkit swasta yang menggunakan batu bara kualitas tinggi. Ini jadi tantangan bagi kami,” ungkapnya.
Jika sampai terjadi persoalan teknis, kata dia, para pekerja di sistem kendali atau sistem kontrol akan segera memberitahukan pada petugas sektor yang bermasalah, sehingga penanganan bisa dilakukan dengan cepat. “Di bagian control system ini ada 16 orang karyawan dengan pembagian kerja lima shift, sehingga pengawasan dilakukan 24 jam setiap harinya,” jelasnya.
Untuk mengoperasikan mesin secara optimal, pihaknya juga telah mendapatkan pelatihan dari teknisi China. Walaupun Unit 9 berdiri belum genap dua tahun, namun SDM lokal yang andal masih terus mendapatkan pelatihan. “Proses adaptasi terhadap mesin China ini kami juga sharing knowledge dari orang yang berkompeten dan praktisi senior yang membimbing kita. Dua minggu sekali ada sharing,” ujarnya.
Menurutnya, walaupun materi unit kurang bagus, tetapi listrik yang dihasilkan tetap maksimal dan bisa bersaing dengan swasta. Salah satu upaya optimalisasi pemanfaatan mesin yakni mengubah pola kerja. Awalnya unit 9 menggunakan pola kerja tiga hari masuk satu hari libur. Dengan melihat potensi alat yang harus dioptimalkan produksinya, maka kini pola kerja menggunakan sistem Eropa, yakni dua hari pagi, dua hari sore, dua hari malam, dan satu hari libur.
“Walaupun kami pekerja lokal dan pakai mesin China tapi pola kerja kami sekarang sudah standar Eropa,” ujarnya.
General Manager PT PJB UBJOM Paiton Unit 9, Arief Teguh Sutrisno mengungkapkan pembangkit Unit 9 merupakan pembangkit terbaru berkapasitas 660Megawatt (MW). Unit ini dibangun oleh Konsorsium Harbin Power Engineering dari China dan Mitra Selaras Hutama Energi dari Indonesia.
“Kami mulai resmi beroperasi pada 22 April 2014 lalu, meski teknologi China tapi kami bisa lebih irit bahan bakar dan biaya produksinya lebih murah sehingga listrik yang kami hasilkan harganya jauh di bawah Paiton Unit 1 dan 2 atau pembangkit lain di Indonesia,” kata Arief.
Unit pembangkit yang belum genap dua tahun ini, lanjut Arief  diperuntukkan untuk percepatan target 10.000 MW tahap pertama yang dicanangkan PT PLN (Persero). Terdapat empat PLTU baru yang telah beroperasi saat ini. Pertama, PLTU 1 Jawa Timur-Pacitan Unit 1 dan Unit 2 berkapasitas 2X315 MW. Kedua, PLTU 3 Banten-Lontar Unit 2 dan Unit 3 berkapasitas 2X315 MW. Ketiga, yakni PLTU 2 Jawa Timur-Paiton Unit 9 berkapasitas 1X660 MW,dan keempat adalah PLTU 1 Jawa Tengah-Rembang Unit 1 dan Unit 2 berkapasitas 2X315 MW.
Keempat PLTU yang termasuk unit baru tersebut didesain menggunakan batubara peringkat rendah (low rank). Berbeda dengan mesin pembangkit yang dibangun tahun 1990-an yang menggunakan jenis batubara high calorie (batubara kalori 6100 - 6300 ADB). “Batubara kualitas baik bisa dilihat dari warna yang hitam pekat dan serpihannya yang terlihat kasar dan menggumpal. Kalau kualitas rendah warnanya tidak terlalu hitam pekat dan teksturnya cenderung lebih halus, per jamnya kami bisa menghabiskan 400 ton batubara,” terang lelaki yang telah bekerja lebih dari 25 tahun di sektor pembangkit itu.

Pasar Bebas
Era pasar bebas di kawasan ASEAN telah berlangsung hampir tiga bulan. Persaingan di sektor pekerja juga kerap didengungkan oleh banyak kalangan. Plt Direktur Utama PT PJB, Muljo Adji AG mengungkapkan, meski dihadapkan persaingan pasar bebas, pihaknya tetap percaya diri menggunakan tenaga kerja lokal.
Anak perusahaan milik PT PLN (Persero) ini juga terus mengembangkan kemampuan dan keterampilan SDM yang dimilkinya guna menyambut program proyek pembangkit 35.000 MW. “Teknologi dan inovasi perusahaan listrik akan terus berkembang, karena itu SDM kami harus siap, sehingga pekerjaan yang bisa dilakukan bangsa sendiri tidak sampai diisi tenaga asing,” tuturnya.
Jumlah SDM PT PJB hingga 1 Januari 2016 sebanyak 3.032 orang. Sedangkan total karyawan PJB grup kini mencapai 10 ribu orang. “Ke depan seluruh SDM kita harus bersertifikat, khusus tenaga ahli akan kita ikutkan sertifikasi internasional, sekarang ada tujuh orang yang sedang menjalani pendidikan,” kata Muljo.
Selain itu, PJB juga akan membangun pembangkit listrik tenaga biogas rumput laut (seaweed biogas power plant) bekerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sam Ratulangi, dan Universitas Diponegoro (UNDIP). "Kami sangat terbuka kepada semua universitas untuk pengembangan seaweed biogas power plant, yang terbaik akan kami ajak kerjasama,” tegasnya.
Saat ini, lanjutnya, tim pengembangan teknologi PJB juga tengah meneliti seberapa besar kebutuhan rumput laut untuk seaweed biogas power plant. “Per harinya dan berapa besaran budidayanya agar bisa mendapat hasil energi maksimal sampai saat ini masih diteliti,” ungkapnya.
Semangat ini, lanjut Muljo, dilakukan PJB karena kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sehingga area budidaya rumput laut terbuka luas. Tekanan untuk segera mengganti pembangkit berbahan bakar batubara ke bahan yang ramah lingkungan juga terus dilakukan banyak pihak.
“Melihat potensi pembangkit ramah lingkungan ini, kami menyambut baik dengan mencari alternatifnya. Kami juga sedang mengembangkan solar cell atau pembangkit tenaga surya bersama  ITS dan ITB. Bahkan ITS juga berencana membuatkan kami robot untuk membersihkan atap solar cell sehingga tidak menggunakan tenaga manusia,” katanya.
Beberapa langkah investasi yang dilakukan PJB, menurut Muljo agar ke depan perusahaan pembangkit milik negara ini bisa tumbuh tidak tergantung dana dari PLN. “Karena negara kuat adalah negara yang punya ketahanan pangan dan ketahanan energi. Kami siap menerima dan menjalankan investasi dari pihak luar yang ingin mengembangkan perusahaan energi listrik di Indonesia,” katanya.
Menteri Tenaga Kerja RI, Hanif Dhakiri saat berkunjung ke Jawa Timur beberapa waktu lalu menegaskan, bahwa MEA tidak akan terlalu berpengaruh pada tenaga kerja Indonesia, karena tanpa MEA pun tenaga kerja asing sudah masuk ke Indonesia. “Bisa dilihat jutaan warga kita bekerja di luar negeri seperti Malaysia, Arab, dan Singapura, ini terjadi sebelum MEA diberlakukan dan tidak ada masalah,” terangnya.
Hanif memastikan kekhawatiran sebagian besar masyarakat terhadap istilah gelombang atau serbuan tenaga kerja asing tidak akan terjadi karena prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. “MEA bergulir, bukan berarti tenaga kerja asing bebas masuk ke Indonesia dan menggeser posisi dari tenaga kerja dalam negeri. Ada banyak persyaratan yang harus mereka lalui,” kata Hanif.
Menurutnya, tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah tenaga kerja yang terpilih dan memiliki keterampilan khusus yang tidak dimiliki tenaga lokal. Untuk itu masyarakat Indonesia diharapkannya bisa lebih siap untuk meningkat kemampuan. “Punya daya saing adalah kunci untuk dapat hidup dan survive,” tegas Hanif.

Ramah Lingkungan
Dalam bisnis kelistrikan, sembilan unit PLTU Paiton yang dikelola PT PJB tak melulu mengutamakan soal profit. Aspek lingkungan juga menjadi skala prioritas bagi anak perusahaan PT PLN tersebut. Misalnya manajemen dari Unit Paiton 1 dan 2 yang hingga kini menerapkan perilaku ramah lingkungan dengan program hemat air, kertas, dan energi.
Supervisor Senior Lingkungan Unit Paiton 1 dan 2, Jaswadi menuturkan, ramah lingkungan di perusahaan diterapkan dengan program hemat energi, seperti keluar ruangan harus mematikan lampu. Selain itu seluruh komputer tabung yang dioperasikan diganti dengan LED, begitu pun lampu merkuri dan neon diubah menjadi LED. Diterapkan juga pola hemat kertas atau program paperless dan penghematan penggunaan air di mesin produksi.
“Pola manajemen ramah lingkungan ini tidak berhenti satu tahun saja tapi dijalankan kontinyu. Untuk dokumen perizinan juga telah kami lengkapi sehingga kami juga mengikuti program Proper (Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” kata Jaswadi.
Menurutnya, kelengkapan dokumen dan izin lingkungan sudah dilengkapi saat meraih Proper kategori warna Biru. Keseriusan dalam program ramah lingkungan bagi Paiton 1 dan 2 pun berbuah manis. Selama dua tahun berturut-turut (2014 dan 2015), meraih predikat warna Hijau.
Dengan predikat warna Hijau tersebut, artinya perusahaan  telah melakukan upaya sesuai standar penilaian, yakni pengelolaan lingkungan dengan rumus 3R, yakni reuse (penggunaan kembali), recycle (daur ulang), dan recovery (perolehan kembali). Target 3R ini adalah pada limbah sisa produksi baik berbentuk padat, cair, dan gas yang berpotensi merusak lingkungan telah diolah dan dikelola dengan sangat baik.
Selain PLTU Paiton Unit 1 dan 2, terdapat dua unit lain yang kini juga telah mendapatkan predikat Proper Hijau. Ketiganya yakni Unit 7 dan 8, serta Unit 5 dan 6 atau dikenal dengan Jawa Power. Setalah dua tahun mendapatkan Proper Hijau, Jaswadi menargetkan Paiton 1 dan 2 tahun ini bisa meraih Proper Emas.
Menurutnya, dari Proper Hijau ke Emas, maka poin yang diperoleh harus mencapai di atas rata-rata Emas. “Tahun ini nilainya 466, jadi poin harus di atas itu dan dua kali Hijau. Tahun ini kami memang tidak ditarget Emas tapi terus berusaha dapat Proper Emas. Kami tetap perlu meningkatkan langkah manajemen paiton yang telah menerapkan aspek ramah lingkungan ini,” jelasnya.
Aspek lain yang akan ditingkatkan yakni penyaluran CSR (Coorporate Social Responsibility) perusahaan. “Poin lain yang kami perbaiki dan harus bisa tercapai adalah meningkatkan penyaluran CSR. Ada beberapa unggulan yakni Organic Integrated System dan Program Mangrove Berkelanjutan hingga jadi bahan olahan. Ini masuk dalam kategori pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan,” jelasnya.
Koordinator Garda Lingkungan Jatim, Didik Harimuko menjelaskan, Proper yang digagas oleh KLHK tersebut sebenarnya kurang diminati oleh pihak industri. Fakta tersebut diketahui oleh Garda Lingkungan yang memiliki data industri yang enggan mengikuti program Proper.
“Kebanyakan industri enggan ikut program Proper. Bahkan yang sudah ikut pun tidak mau meningkatkan upaya perbaikan. Seperti yang telah mendapatkan predikat warna biru atau telah melakukan upaya kinerja lingkungan rata-rata tidak ingin meningkatkan menjadi warna hijau. Mereka rata-rata menganggap prosesnya ribet dan menghabiskan banyak uang. Mereka juga enggan dapat banyak kunjungan dari industri lain  kalau sampai dapat predikat hijau,” kata Didik.
Namun Didik mengapresiasi upaya PT PJB yang terus mendorong anak perusahaannya bisa mengikuti Proper hingga mencapai predikat Hijau. “Dengan semakin banyaknya industri yang meraih Proper Hijau atau bahkan Emas, maka kelestarian lingkungan ini akan tetap terjaga dan sektor industri juga tetap bisa berproduksi dengan konsep yang ramah lingkungan,” jelasnya.
Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK, Tuti Hendrawati Mintarsih mengatakan, Proper saat ini masih sangat dibutuhkan. Bahkan, kata dia, industri wajib mengikuti Proper agar bisa mengajukan kredit perbankan seperti imbauan OJK (Otoritas jasa Keuangan). “Jika Proper dapat hitam atau merah maka bungan kredit bank akan sangat tinggi. Minimal harus predikat warna biru. Lebih baik lagi kalau hijau dan emas,” katanya.
Tahun 2015 untuk penilaian Proper, kata Tuti, yang mendapat warna Emas (terbaik) sebanyak 12 perusahaan. Sementara yang mendapat Hijau sebanyak 108 perusahaan. Untuk perusahaan yang mendapat Biru sejumlah 1.406. Sedangkan Merah 529 perusahaan dan Hitam 21 perusahaan #sumber Portal berita KominfoJatim/2016 @mbahGondo

Tidak ada komentar: